Kasus Megawati Jual Aset
- Ketum PDIP Megawati Soekarno Putri belum bisa bernafas lega melihat berbagai hasil survei yang menempatkan partainya di posisi teratas. Pasalnya, kekurangan Megawati mulai diungkap jelang Pemilu, salah satunya adalah Mega yang pernah menjual aset negara.
"Megawati tidak bisa lepas tangan dari apa yang pernah dia lakukan. Semasa jadi presiden, dia pernah menjual beberapa aset negara seperti hak ekplorasi ladang gas dan Indosat," ujar Pakar Komunikasi Politik UPH, Emrus Sihombing, dalam diskusi Polemik yang digelar Sindo Trijaya di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (5/4/2014).
Salah satu akibat penjualan hak eksplorasi ladang gas itu dirasakan saat ini. Mega, saat itu menjual hak eksplorasi dengan harga yang murah.
"Pemimpin yang baik harus visioner, beliau harus memperhitungkan 5-10 tahun ke depan, toh saat itu juga banyak ahlinya," jelas Emrus.
Senada dengan apa yang disampaikan oleh Emrus, Ketua DPP PPP Arwani Thomafi meminta agar Mega tidak lepas tangan. Jangan sampai kesalahan lama itu ditutup-tutupi dan tanggung jawabnya dilemparkan ke pemerintahan yang sekarang.
"Putusan yang benar ada putusan masa sekarang tak membebani masa mendatang," tuturnya.
Sementara itu, menurut ekonom Megawati Institute Imam Sugema yang dilakukan Megawati saat menjabat menjadi Presiden sudah tepat. Jika ada hal yang tidak sesuai, seharusnya itu menjadi tanggung jawab pemerintah yang sekarang menjabat.
"Menjadi tugas kepala negara berikutnya untuk merevisi, itu tugas pemerintahan SBY bukan tugas bu Mega," kata Sugema.
"Kalau ada komplain harga gas sekarang terlalu rendah, itu tugas pemerintah sekarang untuk melakukan renegosiasi," imbuhnya.
Calon wakil presiden dari Partai Demokrat Jusuf Kalla bersilaturahmi dengan Pemuda Muhammadiyah Kota Palembang, Sumatra Selatan, Selasa (10/8). Dia berjanji jika terpilih nanti tidak akan mengulangi kesalahan dalam mengelola negara.
Menurut Kalla, bangsa Indonesia telah mengalami dua kali kesalahan dalam proses politik ekonomi sejak merdeka. Kesalahan pertama terjadi pada era pemerintahan Orde Baru. Saat itu, pemerintah yang berkuasa terlalu menguatkan posisi konglomerat, sedangkan sebagian besar rakyat terbelenggu dalam kesulitan hidup.
Lebih lanjut Kalla mengatakan, kesalahan kedua terjadi pada era pemerintahan Presiden Megawati Sukarnoputri. Kesalahan itu yakni pelepasan aset-aset negara kepada investor. Di antaranya divestasi saham PT Indosat
. Hal itu dikhawatirkan semakin membuat bangsa Indonesia terpuruk.
Karena itu, Kalla mengatakan kesalahan politik ekonomi itu tidak selayaknya terulang kembali di masa mendatang. Menurut Kalla, untuk mengurangi kesalahan tersebut seluruh komponen bangsa, termasuk umat Islam harus dilibatkan dalam sistem pembangunan bangsa.(OZI/Ajmal Rokian)
BOGOR, KOMPAS.com — Bakal calon presiden Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Joko Widodo, menilai tidak tepat kritik berbagai pihak terhadap Megawati Soekarnoputri terkait penjualan aset negara. Menurut Jokowi, pengkritik itu menggunakan tolok ukur keadaan saat ini, bukan situasi saat Megawati menjabat sebagai Presiden RI 2001-2004.
Jokowi menuturkan, saat itu Indonesia sedang mengalami kesulitan karena belum pulih dari krisis ekonomi pada 1998. Akibatnya, Megawati terpaksa menjual beberapa aset milik negara.
"Konteks saat itu memang ada APBN yang harus ditutup. Jadi, jangan lihat saat sekarang. Kalau kesulitan seperti itu, kan terus mencari jalan keluar," kata Jokowi di sela-sela kampanye blusukan di Bogor, Jawa Barat, Sabtu (29/3/2014) pagi.
Jokowi menilai apa yang dialami oleh Ketua Umum DPP PDI Perjuangan itu adalah suatu risiko menjadi seorang pemimpin. Pemimpin, kata Jokowi, pasti akan dihadapkan oleh pilihan-pilihan. "Terkadang dia dihadapkan dengan pilihan yang sulit dan itu harus dipilih," ujarnya.
Jokowi juga menampik anggapan bahwa dirinya akan mengikuti langkah Megawati untuk menjual aset negara jika terpilih sebagai presiden mendatang. Dalam keadaan ekonomi seperti sekarang, Jokowi ingin membeli kembali aset-aset negara yang telah dijual tersebut.
"Kan dilihat juga dari manajemen APBN, kalau ada yang normal dan longgar untuk pembelian kembali, kenapa ndak dilakukan," kata Jokowi.
Sejak Jokowi dideklarasikan sebagai capres, berbagai kritik memang sering dilontarkan terhadap dirinya dan PDI-P. Kritik mengenai penjualan aset negara sendiri sebelumnya dilontarkan oleh Wakil Sekretaris Jenderal Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Fahri Hamzah.
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Megawati Soekarnoputri menyoroti kasus Harun Masiku yang melibatkan Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto. Megawati mempertanyakan prosedur Komisi Pemberantasan Korupsi dalam mendalami keterlibatan Hasto.
Megawati menyatakan akan datang ke KPK bila Hasto ditangkap. "Saya bilang, kalau Hasto itu ditangkap, saya datang. Saya enggak bohong. Kenapa? Saya ketua umum, bertanggung jawab kepada warga saya, dia adalah Sekjen saya," ujar Megawati dalam peluncuran dan diskusi buku 'Pilpres 2024 Antara Hukum, Etika, dan Pertimbangan Psikologis' di Jakarta, Kamis, 12 Desember 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KPK sebelumnya telah beberapa kali memanggil Hasto Kristiyanto untuk memberikan keterangan sebagai saksi. Presiden kelima ini pun mengajak ahli hukum untuk mencermati proses penanganan kasus Harun Masiku yang dilakukan KPK. "Harun Masiku itu tahun 2019, coba ayo ahli hukum berani, hitung berapa semuanya yang ditahan," kata Megawati.
Megawati lantas mempertanyakan sikap penyidik KPK yang menangani kasus Harun Masiku, Rossa Purbo Bekti. Megawati menyoroti perilaku Rossa yang seolah takut karena memakai masker dan topi ketika melakukan pemeriksaan. Megawati juga mengkritik Rossa yang menyita buku partai dari tangan ajudan Hasto, Kusnadi.
"Terus saya bilang, si Rossa itu punya surat perintah enggak? Kan yang dianya turun itu kan ada ininya Pak Hasto, si Kusnadi. Dia disuruh memang bawa tasnya Pak Hasto. Jadi mereka pikir 'oh mungkin ada di dia'. Tapi kan harus ada prosesnya dong, enggak kaya ngono lho," kata Megawati.
Sebagai informasi, Harun Masiku adalah tersangka kasus suap kepada pegawai negeri untuk penetapan anggota DPR RI terpilih 2019-2024 di Komisi Pemilihan Umum (KPU). Dia telah menjadi buron atau masuk Daftar Pencarian Orang (DPO) KPK sejak 17 Januari 2020.
Harun menjadi tersangka kasus suap terhadap Komisioner KPU 2017-2022 Wahyu Setiawan (W). Suap ini ditengarai agar Harun dapat menjadi anggota DPR dari Fraksi PDIP, menggantikan Nazarudin Kiemas yang meninggal pada Maret 2019. Namun, Harun Masiku selalu mangkir dari panggilan penyidik KPK hingga dimasukkan dalam DPO.
Ketua Tim Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK Budi Prasetyo sebelumnya mengklarifikasi soal penyitaan telepon genggam dan tas milik Hasto Kristiyanto oleh penyidik. Menurut Budi, penyidik telah menanyakan lebih dulu kepada Hasto mengenai HP tersebut. "Saksi (Hasto) menjawab bahwa alat komunikasi ada di stafnya," kata dia di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin, 10 Juni 2024.
Budi berkata penyidik pun meminta staf dari saksi Hasto, Kusnadi dipanggil. Setelah memanggil Kusnadi, penyidik menyita barang bukti berupa elektronik, yaitu satu unit ponsel dan agenda (catatan) milik Hasto.
Penyitaan itu dilakukan karena ponsel milik Hasto akan menjadi alat bukti atas kasus suap yang menjerat Harun Masiku. Tidak hanya itu, penyitaan ponsel milik Hasto Kristiyanto adalah kewenangan penyidik dalam rangka mencari bukti-bukti tindak pidana korupsi.
Budi menegaskan penyitaan yang dilakukan penyidik sudah sesuai dengan aturan yang berlaku dan membantah adanya penyalahgunaan wewenang. "Penyitaan sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan disertai dengan surat perintah penyitaan," ucap dia.
Mutia Yuantisya berkontribusi dalam tulisan ini.
DEMOCRAZY.ID - Setelah Presiden ke 4 Indonesia, Abdurrahman Wahid atau Gus Dur lengser pada 23 Juli 2001, Megawati Soekarnoputri pun dilantik untuk menggantikannya.
Salah satu kebijakan ekonomi Megawati Soekarnoputri yang dinilai berani adalah mengakhiri program reformasi kerjasama dengan IMF pada Desember 2003.
"Lalu dilanjutkan dengan privatisasi perusahaan negara dan investasi bank guna menutup defisit anggaran negara," bunyi narator video di kanal Youtube Pojok History, dikutip pada Selasa 9 Januari 2024.
Setelah mengakhiri kerjasama dengan IMF, Megawati menerbitkan instruksi presiden nomor 5 tahun 2003, tentang paket kebijakan ekonomi sesudah berakhirnya progrm IMF dan menjaga stabilitas ekonomi makro.
Ada beberapa poin penting dalam kebijakan tersebut. Di sektor fiskal misalnya, ditandai dengan reformasi kebijakan perpajakan, efisiensi belanja negara dan privatisasi BUMN.
"Di sektor keuangan dilakukan perancangan jaring pengamanan sektor keuangan. Investasi bank-bank di BPPN, memperkuat struktur governance bank negara, dan restrukturisasi sektor pasar modal, asuransi dan dana pensiun. Lalu di sektor investasi dilakukan peninjauan daftar negatif investasi. Menyederhanakan perizinan, restrukturisasi sektor telekomunikasi dan energi, serta pemberantasan korupsi," ujarnya.
Dampaknya dinilai cukup baik, kurs rupiah yang semula Rp9.800 pada tahun 2001, menjadi Rp9.100 di tahun 2004. Tingkat inflasi juga menurun dari 13,1 persen menjadi 6,5 persen.
Sedangkan pertumbuhan ekonomi naik 2 persen, begitupun poin IHSG dari 459 di tahun 2001, menjadi 852 pada tahun 2004.
Meskipun begitu, era kepemimpinan sejak tahun 2001 menuai banyak polemik. Salah satunya terkait daftar aset negara yang dijual saat era kepemimpinan perempuan pertama yang menjadi Presiden Indonesia tersebut.
"Kontroversi Megawati ternyata sudah dimulai sejak dia menjabat sebagai Presiden Indonesia. Ada dua dosa masa lalu yang melemahkan posisi Megawati sebagai presiden maupun kader politik," ujarnya.
Adapun 2 dosa tersebut adalah daftar aset negara yang dijual saat era Megawati, yakni Indosat dan hak eksplorasi ladang gas.
Di masa kepimpinannya, Megawati memperoleh kritik karena telah melakukan penjualan terhadap Indosat yang saat itu berstatus sebagai BUMN.
"Diisventasi saham dimenangkan oleh perusahaan asal Singapura, Singapura teknologi telemedia PT LTD, yang sahamnya dikuasai oleh pemerintah Singapura lewat Temasek," bunyi narator video tersebut.
Padahal saat itu Indosat tergolong BUMN yang menguntungkan. Saat dijual pada tahun 2002, ST Telemedia merogoh kocek Rp5,6 triliun untuk membeli 41,94 persen saham.
5 tahun kemudian, justru ST Telemedia yang memperoleh keuntungan berlipat setelah menjual seluruh saham Indosat yang dibeli dari Indonesia kepada Qatar Telecom QSC.
Sontak, kabar ini pun membuat publik naik pitam. Saat itu, Qatar Telecom QSC, merogoh kocek sebesar Rp16,7 triliun untuk membeli saham Indosat dari ST Telemedia.
"Setelah akuisisi saham ini, Indosat berubah nama menjadi PT Indosat Ooredo," ujarnya.
Megawati juga pernah tercatat pernah menjual hak eksplorasi ladang gas dengan harga yang murah.
Para ekonom menilai, bahwa keputusan Megawati itu membuat negara merugi. Meski dikecam banyak pihak, kubu Megawati menyebut jika keputusan itu sudah benar.
Pasalnya, dulu harga gas belum setinggi hari ini. Kondisinya justru berkebalikan dengan mengingat saat itu harga gas dan minyak mobil di dunia sedang turun. Salah satu gas yang dijual murah Megawati adalah gas dari lapangan tangguh Papua ke China.
Beberapa waktu lalu Megawati mengklarifikasi bahwa saat itu kondisi ekonomi Indonesia sedang mengalami krisis.
Sementara pasokan minyak internasional masih melimpah, sehingga tidak ada satupun negara yang berniat membeli gas dari Indonesia.
"Itulan alasan Megawati menjual ladang gas itu ke China," pungkasnya.
PEKANBARU, KOMPAS.com - Kejaksaan Negeri (Kejari) Pekanbaru di Riau menegaskan bahwa penyitaan aset berupa sebuah hotel di Bali milik empat terpidana kasus investasi bodong PT Fikasa Group sudah sesuai prosedur dan sah.
Hal ini menyusul adanya gugutan dari Altus Spesial Situation yang melayangkan gugatan terhadap objek yang telah disita.
"Kita tegaskan bahwa penyitaan aset Hotel Westin di Bali sudah sesuai kaidah hukum yang berlaku. Ini terbukti dari putusan Pengadilan Negeri Pekanbaru yang dikuatkan dengan Pengadilan Tinggi Pekanbaru," ucap Kepala Seksi Pidana Umum Kejari Pekanbaru, Zulham Pardamean Pane kepada wartawan dalam konferensi pers, Kamis (7/7/2022).
Baca juga: Polisi Sita Aset Jaringan Pengedar Narkoba Senilai Rp 2,1 Miliar, Berupa 5 Rumah dan 2 Mobil hingga Tanah
Dalam putusan pengadilan dalam perkara investasi bodong Fikasa Group, disita aset PT Bukit Cineri Indah seluas 460 meter persegi, tanah atas nama PT Bukit Cineri Indah 463 meter persegi, sebidang tanah PT 417 meter persegi, Hotel The Westin Resort dan Spa di Ubud Bali, Hotel Renaissance di Bali, kantor, satu unit rumah kantor atas nama PT Fikasa Group dirampas, dan lainnya untuk mengganti kerugian para korban.
Sementara lima orang dijatuhkan pidana penjara dalam kasus investasi bodong.
Sebelumnya, hakim Pengadilan Negeri Pekanbaru menjatuhkan pidana 14 tahun penjara terhadap terdakwa, Agung Salim, Bhakti Salim, Cristian Salim dan Elly Salim bos PT Fikasa Group di Jakarta dalam kasus investasi bodong.
Mereka juga didenda Rp 20 miliar untuk ganti rugi nasabah.
Sedangkan bos Fikasa di Pekanbaru yang bernama Maryani divonis 12 tahun penjara dan denda Rp 10 miliar.
"Penyitaan aset sudah sesuai dengan hubungan hukum antar perusahaan di dalam Fikasa Group, dan juga ada kaitannya dengan para terpidana sebagai pemagang saham. Kemudian sebagai komisaris dan direktur di dalam perusahaan tersebut," kata Zulham.
Dalam penyitaan aset milik para terdakwa, sebut Zulham, untuk menganti rugi harta nasabah investasi bodong yang dijerat dengan Undang undang Perbankan.
Di mana dalam kasus ini ada 10 nasabah di Pekanbaru mengalami kerugian Rp 84,9 miliar.
Dalam kasus itu, Fikasa Group menawarkan bunga tinggi yakni 9 sampai 12 persen melalui produk promissory notes untuk berinvestasi.
Belakangan, bunga tidak dibayar dan uang nasabah yang diinvestasikan tidak dikembalikan.
Terkait objek yang kini digugat, Zulham menerangkan bahwa aset Hotel The Westin tercatat dimiliki oleh PT Saraswati Griya Lestari.
Pemilik perusahaan tersebut adalah PT Tiara Reality dengan saham sebesar 55.54 persen.
Sementara pemilik PT Tiara Reality adalah PT Tiara Global Prppertindo (anak perusahaan Fikasa).
Baca juga: Vonis Bebasnya Dibatalkan MA, Terdakwa Kasus Investasi Bodong di Aceh Dihukum 12 Tahun Penjara
"Para terpidana merupakan pemegang saham komisaris, direksi dari perusahaan yang berafiliasi dengan PT Saraswati. PT Tiara menjadi kendaraan pidana terkait dengan aliran dana menghimpun dana dari masyarakat tanpa izin," imbuh Zulham.
Terkait dengan gugutan perdata oleh pihak Altus, pihak Kejari Pekanbaru mempersilahkan saja.
Dimana pihak penggugat mengklaim memilik hak atas aset tersebut. Saat ini, kasusnya masih bergulir di Pengadilan Negeri Gianyar, Bali.
"Kasus TPPU (Tindak Pidana Pencucian Uang) para terpidana pun nanti segara disidangkan. Dalam kasus TPPU ini nanti akan lebih jelas kemana uang para nasabah digunakan," sebut Zulham.
Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri mengaku akan turun tangan langsung jika Sekjen Partainya, Hasto Kristiyanto sampai ditangkap.
Megawati menyinggung kasus Harun Masiku saat menyampaikan pidato di acara peluncuran dan diskusi buku 'Pilpres 2024: Antara Hukum, Etika, dan Pertimbangan Psikologis' di Hotel Four Season, Jakarta, Kamis (12/12).
"Saya bilang, kalau Hasto itu ditangkap, saya datang. Saya enggak bohong," kata Megawati.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebagai ketua umum, dia merasa bertanggung jawab, apalagi Hasto merupakan Sekjen PDIP. "Kenapa? Saya ketua umum, bertanggung jawab kepada warga saya, dia adalah Sekjen saya," imbuh putri Bung Karno ini.
Dia pun mendorong agar pada praktisi hukum untuk mendalami kasus tersebut. "Itu tahun 2019, coba ayo ahli hukum berani, hitung berapa semuanya yang ditahan," katanya.
Pada kesempatan itu, Megawati juga menyoroti penyidik KPK bernama Rossa yang dinilai janggal saat memeriksa staf Hasto, Kusnadi. Dia merasa aneh penyidik tersebut sampai menutup mukanya dengan masker.
"Katanya ininya (penyidik) KPK, tapi masa pakai masker, pakai apa namanya topi sing ada depannya iku. Iya toh? Berarti dia sendiri kan takut karena dia menjalani hal yang enggak benar," ucapnya.
Harun Masiku merupakan mantan kader PDI-P yang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap terhadap Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan pada 2019, dan menyeret nama Hasto.
Hingga saat ini, Harun Masiku masih buron setelah empat tahun masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) KPK. Terbaru, KPK mengungkap profil terbaru dan ciri fisik dari DPO Harun Masiku sebagai pembaruan data DPO yang dirilis pada 2020.
Suara.com - Era kepemimpinan Presiden Megawati Soekarnoputri sejak 2001 menuai banyak polemik. Salah satunya terkait daftar aset negara yang dijual saat era Megawati. Belakangan, presiden kelima Indonesia ini pun banyak mendapatkan kritik dari netizen setelah dalam Rakernas PDIP dirinya mengeluarkan kata-kata yang tidak pantas.
Kata-kata yang sempat viral adalah dirinya tak mau mendapatkan menantu seperti tukang bakso, serta kopi susu yang merujuk pada rasisme orang-orang berkulit hitam. Megawati juga mengecam akan memecat kader PDIP yang melakukan manuver dalam proses pemilu 2024.
Kontroversi Megawati ternyata sudah dimulai sejak dia menjabat sebagai presiden Indonesia. Ada dua dosa masa lalu yang melemahkan posisi Megawati sebagai presiden maupun kader politik. Dua dosa itu adalah daftar aset negara yang dijual saat era Megawati yakni Indosat dan hak eksplorasi ladang gas.
Baca Juga: Arie Kriting dan Gus Nadir Debat Sengit soal Isu Rasisme yang Diucapkan Megawati
Di masa kepemimpinannya, Megawati memperoleh kritik karena telah melakukan penjualan terhadap Indosat yang saat itu berstatus sebagai BUMN.
Divestasi saham diminangkan oleh perusahaan asal Singapura, Singapore Technologies Telemedia Pte Ltd (ST Telemedia) yang sahamnya dikuasai pemerintah Singapura lewat Temasek. Padahal saat itu Indosat tergolong BUMN yang menguntungkan.
Saat dijual pada 2002, ST Telemedia merogoh kocek Rp5,6 triliun untuk membeli 41,94% saham. Lima tahun kemudian, justru ST Telemedia yang memperoleh keuntungan berlipat setelah menjual seluruh saham Indosat yang dibeli dari Indonesia kepada Qatar Telecom QSC.
Kabar ini pun membuat publik naik pitam. Saat itu Qatar Telecom QSC merogoh Rp16,7 triliun untuk membeli saham Indosat dari ST Telemedia. Setelah akuisisi saham ini, Indosat berubah nama menjadi PT Indosat Ooredo.
Hak Eksplorasi Ladang Gas
Baca Juga: Guyonan Megawati Soal Papua dan Tukang Bakso Dicap Rasis, Pengelola Akun Twitter Gus Nadir Ngaku Heran
Megawati juga tercatat pernah menjual hak eksplorasi ladang gas dengan harga yang murah. Para ekonom menilai keputusan Megawati itu membuat negara merugi.
Meski dikecam banyak pihak, kubu Megawati menyebut keputusan ini sudah benar. Pasalnya, dulu harga gas belum setinggi hari ini. Kondisinya justru berkebalikan mengingat saat itu harga gas dan minyak bumi dunia sedang turun. Salah satu gas yang dijual murah oleh Megawati adalah gas dari lapangan Tangguh Papua ke Cina.
Kontributor : Nadia Lutfiana Mawarni